Kali ini perjalanan saya berlanjut ke lokasi Pencerah Nusantara (PN) yang ada di danau Lindu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Ah dimana itu, pikir saya semula. Setelah terbang dari Berau – Balikpapan – Makassar – Palu dan dilanjutkan dengan perjalanan darat selama 3 jam ke arah Kulawi, sampailah saya di Sadaunta. Daerah ini merupakan kaki Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) untuk menjangkau danau Lindu nan elok .
Karena saya sampai di Sedaunta sudah terlalu sore, tidak ada ojek yang mau naik ke danau Lindu. Terpaksa saya menginap semalam di rumah Kepala Puskesmas Lindu, Pak Arwin. Esok paginya (17/6), saya pun naik ke arah danau Lindu dengan ojek, ongkosnya Rp 70 ribu sekali jalan. Sebagian barang bawaan saya tinggal di rumah Pak Arwin.
Danau Lindu, mungkin banyak yang belum mengenal betul danau yang terletak di wilayah Taman Nasional Lore Lindu ini. Mengutip dari Wikipedia, wilayah yang sering disebut Dataran Lindu ini dikelilingi oleh punggung pegunungan sehingga sulit untuk dijangkau oleh kendaraan bermotor roda empat. Praktis hanya bisa dilalui dengan ojek motor, malah dahulu untuk sampai ke Lindu hanya bisa dijangkau dengan kuda.
Setelah menempuh perjalanan selama 1 jam melewati kawasan hutan dengan jalanan yang sempit, curam, dan pinggir jurang, sampailah saya di desa pertama Puroo. Di kiri-kanan langsung terhampar sawah-sawah nan asri. Perjalanan berlanjut melewati desa Langko, sebelum akhirnya sampai di posko PN yang letaknya di atas Puskesmas Lindu, di desa Tomado. Satu desa lagi di Lindu bernama Anca, yang belum terlewati karena lokasinya paling ujung.
Keempat desa tersebut sering disingkat PLTA dan semuanya terletak di tepi danau Lindu yang indah. Di Lindu ini juga terkenal dengan satu-satunya laboratorium di Indonesia untuk pemeriksaan penyakit schistosomiasis, penyakit yang diakibatkan oleh sejenis cacing mikro yang hidup melalui perantaraan sejenis keong endemik. Laboratorium tersebut ketetulan letaknya persis di atas posko PN.
Setelah berkenalan dengan tim PN 3 (dr. Rahmi, Nina, Nino, dan Ari), saya pun tak sabar untuk melihat pesona danau Lindu. Danau ini termasuk dalam kelas danau tektonik yang terbentuk pada era Pliosen. Jika dihitung secara luas, Lindu adalah danau terbesar ke-8 yang ada di Sulawesi dengan cakupan sekitar 3.488 ha.
Daya tarik Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) terletak pada keindahan panorama pegunungan dan danau, plus berbagai habitat burung, satwa liar, dan tanaman. Setidaknya monyet hitam, anoa, kelelawar dan beragam spesies burung seperti ‘Maleo’ dan Elang dapat ditemui di kawasan hayati ini. Karena keindahannya, danau ini sering disamakan dengan Danau Toba di Sumatera Utara, bahkan disebut sebagai Toba-nya Sulawesi.
Legenda To Kaili
Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia yang memiliki cerita legenda, danau Lindu pun memiliki hikayatnya sendiri. Legenda rakyat ‘To Kaili’ menjadi kisah unik dibalik terciptanya danau tektonik tersebut. Konon, dahulu hiduplah seekor anjing bernama ‘La Bolong’, piaraan Sawerigading, yang berjalan-jalan di wilayah dataran Sigi.
Si La Bolong lantas terperangkap di sebuah lubang yang besar, yang merupakan tempat tinggal belut (Lindu) raksasa. Lantas terjadilah duel sengit antara La Bolong dan si belut. Karena sengitnya pertarungan, menyebabkan tanah bumi pun turut bergetar hingga menyebabkan kepanikan penduduk.
Anjing milik Sawerigading tersebut bisa mencengkram Lindu raksasa dengan taring-taringnya. Belut itu pun diseret dari lubangnya menuju ke arah utara dataran Sigi. Singkat cerita, lubang yang tadinya berpenghuni menjadi kosong dan terisi penuh oleh air hingga terbentuk danau dan dinamai Lindu.
Kembali ke laptop :). Taman Nasional Lore Lindu sejak 1978 telah ditetapkan sebagai cagar biosfer dunia oleh UNESCO. Selain itu, di Lore Lindu juga terdapat salah satu situs batuan megalitik terbaik di Indonesia.
Pastikan jika Anda ingin mengunjungi Lindu, sesuaikan dengan adanya event Festival Danau Lindu (FDL). Festival adat dan budaya ini diselenggarakan setiap tahunnya di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, biasanya sekitar bulan Oktober. Nah, penjelajahan pesona elok danau Lindu pun akan tambah lengkap 🙂
Hak Cipta Foto-Foto: Aditya Wardhana untuk KUKPRI-MDGs
Catatan di Lindu, 16 Juni 2014